Organisasi ini dikenal luas sebauah gerakan pembaruan Islam (harakah tajdid ). Misi utamanya adalah mengembalikan umat Islam kepada Al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Persis lahir untuk menghadirkan Islam yang sesuai dengan kedua sumber hukum Islam tersebut.
Aktivitas utama Persis adalah dalam bidang dakwah, pendidikan, dan sosial kemasyarakatan. Melalui peran ini, Persis ingin berperan aktif dalam memberikan kontribusi untuk meluruskan pemahaman umat Islam yang keliru terhadap agamanya. Ada dua agenda besar yang ingin dicapai Persis, yakni memurnikan akidah umat ( Ishlah al-’Aqidah ), dan meluruskan ibadah umat ( Ishlah al-’Ibadah ).
Sejak berdirinya pada 1923, Persis tetap konsisten berjuang menegakkan misi utama organisasi ini. Bahkan, Ahmad Hassan, sang guru utama Persis, harus berhadapan dengan sejumlah tokoh yang mendebatnya, karena dianggap pandangannya yang radikal. Namun, semua itu dibuktikan A Hassan dengan dasar-dasar yang konkret dalam Alquran. A Hassan menginginkan umat ini kembali mengkaji Al-Quran dan Sunnah, sebagai rujukan utama. Bila tidak ditemukan dasarnya dalam kedua sumber hukum Islam tersebut, maka perbuatan itu harus ditinggalkan.
Dari sini, lahirlah sejumlah tokoh Islam. seperti Mohammad Natsir (mantan perdana menteri RI), KH Mohammad Isa Anshary ( singa mimbar ), KH Endang Abdurrahman ( ulama yang rendah hati ), KH Abdul Lutfi Muchtar ( ulama yang memberi warna baru di tubuh Persis ), Shiddiq Amien ( ulama dan dai yang rendah hati ), serta masih banyak lagi. Semuanya memiliki visi yang sama, yakni memurnikan ajaran Islam yang berkembang di masyarakat, seperti bid’ah, khurafat, dan takhayul.
Untuk memperkuat visi dan misinya, maka dibentuklah sejumlah badan otonom. Seperti Persatuan Islam Istri ( Persistri ), Pemuda Persatuan Islam, Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam, Himpunan Mahasiswi Persatuan Islam, dan Ikatan Santri dan Pelajar Persatuan Islam, yang kini tengah digodok. Upaya ini dilakukan untuk membekali dan membentengi akidah umat Islam sejak dini.
Persatuan Islam sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan dan dakwah, saat ini telah memiliki sekitar 215 pondok pesantren, 400 masjid, serta sejumlah lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Itu semua tersebar di seluruh Indonesia.
Tak hanya itu, Persis juga berkontribusi dalam pengelolaan dan pendistribusian aset umat dalam bentuk zakat, wakaf, dan pengelolaan ekonomi umat, seperti Pusat Zakat Umat ( PZU ) dan Bank Perkreditan Rakyat ( BPR ).
Kini, program utama yang dikembangkan Persis pada lima tahun ke depan adalah menegaskan kembali peran Persis sebagai gerbong pembaruan pemikiran keislaman, gerakan dakwah dan pendidikan untuk mewujudkan Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin.
Sejarah Persatuan Islam
Tampilnya jam’iyyah Persatuan islam (Persis) dalam pentas sejarah di Indonesia pada awal abad ke-20 telah memberikan corak dan warna baru dalam gerakan pembaruan Islam. Persis lahir sebagai jawaban atas tantangan dari kondisi umat Islam yang tenggelam dalam kejumudan (kemandegan berfikir), terperosok ke dalam kehidupan mistisisme yang berlebihan, tumbuh suburnya khurafat, bid’ah, takhayul, syirik, musyrik, rusaknya moral, dan lebih dari itu, umat Islam terbelenggu oleh penjajahan kolonial Belanda yang berusaha memadamkan cahaya Islam. Situasi demikian kemudian mengilhami munculnya gerakan “reformasi” Islam, yang pada gilirannya, melalui kontak-kontak intelektual, mempengaruhi masyarakat Islam Indinesia untuk melakukan pembaharuan Islam.
Pada tanggal 12 September 1923, bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H, kelompok tadarus ini secara resmi mendirikan organisasi yang diberi nama “Persatuan Islam” (Persis). Nama persis ini diberikan dengan maksud untuk mengarahkan ruhul ijtihad dan jihad, berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam, dan persatuan usaha Islam. Falsafah ini didasarkan kepada firman Allah Swt dalam Al Quran Surat 103 : “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (undang-undang (aturan) Allah seluruhnya dan janganlah kamu bercerai berai”. Serta sebuah hadits Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, “Kekuatan Allah itu bersama al-jama’ah”.
Tujuan dan Aktifitas Persis
Pada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada faham Al-Quran dan Sunnah. Hal ini dilakukan berbagai macam aktifitas diantaranya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan umum, tabligh, khutbah, kelompok studi, tadarus, mendirikan sekolah-sekolah (pesantren), menerbitkan majalah-majalah dan kitab-kitab, serta berbagai aktifitas keagamaan lainnya. Tujuan utamanya adalah terlaksananya syariat Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan.
Untuk mencapai tujuan jam’iyyah, Persis melaksanakan berbagai kegiatan antara lain pendidikan yang dimulai dengan mendirikan Pesantren Persis pada tanggal 4 Maret 1936. dari pesantren Persis ini kemudian berkembang berbagai lembaga pendidikan mulai dari Raudlatul Athfal (Taman kanak-kanak) hingga perguruan tinggi. Kemudian menerbitkan berbagai buku, kitab-kitab, dan majalah antara lain majalah Pembela Islam (1929), majalah Al-Fatwa, (1931), majalah Al-Lissan (1935), majalah At-taqwa (1937), majalah berkala Al-Hikam (1939), Majalah Aliran Islam (1948), majalah Risalah (1962), majalah berbahasa Sunda (Iber), serta berbagai majalah yang diterbitkan di cabang-cabang Persis. Selain pendidikan dan penerbitan, kegiatan rutin adalah menyelenggarakan pengajian dan diskusi yang banyak digelar di daerah-daerah, baik atas inisiatif Pimpinan Pusat Persis maupun permintaan dari cabang-cabang Persis, undangan-undangan dari organisasi Islam lainnya, serta masyarakat luas.
Kepemimpinan Persatuan Islam
Kepemimpinan Persis periode pertama (1923 1942) berada di bawah pimpinan H. Zamzam, H. Muhammad Yunus, Ahmad Hassan, dan Muhammad Natsir yang menjalankan roda organisasi pada masa penjajahan kolonial Belanda, dan menghadapi tantangan yang berat dalam menyebarkan ide-ide dan pemikirannya.
Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), ketika semua organisasi Islam dibekukan, para pimpinan dan anggota Persis bergerak sendiri-sendiri menentang usaha Niponisasi dan pemusyrikan ala Jepang. Hingga menjelang proklamasi kemerdekaan Pasca kemerdekaan. Persis mulai melakukan reorganisasi untuk menyusun kembali system organisasi yang telah dibekukan selama pendudukan Jepang, Melalui reorganisasi tahun 1941, kepemimpinan Persis dipegang oleh para ulama generasi kedua diantaranya KH. Muhammad Isa Anshari sebagai ketua umum Persis (1948-1960), K.H.E. Abdurahman, Fakhruddin Al-Khahiri, K.H.O. Qomaruddin Saleh, dll. Pada masa ini Persis dihadapkan pada pergolakan politik yang belum stabil; pemerintah Republik Indonesia sepertinya mulai tergiring ke arah demokrasi terpimpin yang dicanangkan oleh Presiden Soekarno dan mengarah pada pembentukan negara dan masyarakat dengan ideology Nasionalis, Agama, Komunis (Nasakom).
Setelah berakhirnya periode kepemimpinan K.H. Muhammad Isa Anshary, kepemimpinan Persis dipegang oleh K.H.E. Abdurahman (1962-1982) yang dihadapkan pada berbagai persoalan internal dalam organisasi maupun persoalan eksternal dengan munculnya berbagai aliran keagamaan yang menyesatkan seperti aliran pembaharu Isa Bugis, Islam Jama’ah, Darul Hadits, Inkarus Sunnah, Syi’ah, Ahmadiyyah dan faham sesat lainnya.
Kepemimpinan K.H.E. Abdurahman dilanjutkan oleh K.H.A. Latif Muchtar, MA. (1983-1997) dan K.H. Shiddiq Amien (1997-2005) yang merupakan proses regenerasi dari tokoh-tokoh Persis kepada eksponen organisasi otonom kepemudaannya. (Pemuda Persis). Pada masa ini terdapat perbedaan yang ckup mendasar: jika pada awal berdirinya Persis muncul dengan isu-isu kontrobersial yang bersifat gebrakan shock therapy paa masa ini Persis cenderung ke arah low profile yang bersifrat persuasive edukatif dalam menyebarkan faham-faham al-Quran dan Sunnah.
Persatuan Islam Masa Kini
Pada masa kini Persis berjuang menyesuaikan diri dengan kebutuhan umat pada masanya yang lebih realistis dan kritis. Gerak perjuangan Persis tidak terbatas pada persoalan persoalan ibadah dalam arti sempit, tetapi meluas kepada persoalan-persoalan strategis yang dibutuhkan oleh umat Islam terutama pada urusan muamalah dan peningkatan pengkajian pemikiran keislaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar